Senin, 06 September 2010

Mengantar Ibu Ke Syurga

Merenung di suatu waktu, apakah hadiah terindah untuk Ibu?

Hadiah terindah atas segala kasih sayang dan pengorbanannya yang tak ternilai; atas perhatian tulus ikhlasnya yang tak berharap balas; atas doa indah yang selalu beliau panjatkan; atas banyak hal yang tak mungkin disebutkan satu persatu bahkan tak mungkin terbayar andai dunia dan seisinya dipersembahkan pada Ibu sebagai ganti atas apa yang telah beliau lakukan pada anaknya….?

Kubuka file skripsiku. Di halaman persembahan tertulis :


Untuk mereka yang tercinta : Ibu dan Ayah,
Dua orang terkasih yang paling berhak atas segala penghargaan dan rasa terimakasih.


Penghargaan dan ungkapan rasa terimakasih yang terlalu kecil dan sederhana. Adakah hadiah lain yang lebih istimewa untuk sosok sangat istimewa bernama Ibu? Kulanjutkan kembali renunganku.

Sempat terpikir, jika ada ijin dan rizki dari Allah, ingin sekali memberangkatkan Ibu dan Ayah pergi umroh atau haji. Mengunjungi tempat-tempat yang ingin mereka datangi. Mencukupkan segala kebutuhan mereka di hari tua. Tapi rasanya, itu semua belum cukup. Dan pasti takkan pernah cukup.

Kembali merenung, apakah hadiah terindah itu? Hadiah yang tak hanya akan membuat Ibu bahagia selamanya. Tapi juga akan terus memotivasiku untuk melakukan yang terbaik, sepanjang hayatku pula. Hadiah yang harus kuperjuangkan terus menerus dan tak pernah merasa cukup.

I get the answer! Aku berteriak senang dalam hati.

Ibu….. Untuk cintamu yang teramat besar, untuk kasih sayangmu yang teramat indah, untuk pengorbananmu yang tak terkira, hanya syurgalah hadiah terindah yang pantas untukmu Bu. Dan aku akan berjuang, sekuat tenaga di sepanjang umurku untuk bisa mempersembahkan tiket VIP untukmu.

* * *

No body’s perfect. Tapi di mataku, di mata semua anak tentunya, Ibu adalah sosok yang paling sempurna.

Bagiku, Ibu adalah orang biasa yang memiliki cinta dan semangat luar biasa. Tak lulus sekolah dasar, tapi Ibu adalah orang yang sangat cerdas dan bijak dalam menyikapi kompleksitas persoalan hidup. Kesabaran dan ketabahannya sungguh luar biasa. Dan itu menjadi salah satu inspirasi terbaik dalam hidupku. Sesuatu yang selalu membuatku merasa bangga padanya : Ini Ibuku!

Banyak hal indah tentangnya yang terekam abadi dalam benak. Tak pernah usang dan tak pernah bosan untuk mengingatnya. Saat masa kecil dulu, hampir tak ada hari terlewati tanpa bersama Ibu. Sejak pagi bangun tidur hingga malam tidur lagi.

Ibu teman yang menyenangkan dan pendengar yang setia. Mendengarkan ceritaku sepulang sekolah dengan penuh perhatian. Cerita yang mungkin menjemukan karena teramat sering diulang. Tapi Ibu tetap menyimak seolah pertama kali mendengar. Ibu hampir tak pernah mengeluh, bahkan sekedar mendesah jemu. Selalu ada waktu untuk mendengarkan ceritaku.

Hal lain yang juga teramat indah bahkan tak tergantikan oleh siapapun hingga sekarang, Ibu adalah orang yang selalu percaya pada mimpi-mimpiku. Bahkan mimpi paling konyol dan utopis sekalipun. Dukungannya selalu membuatku percaya, memiliki semangat dan kekuatan untuk meraih mimpi, betapapun sulitnya itu. Begitu besarnya the power of mom, hingga sering aku merasa, tak peduli andai seluruh dunia menertawakan mimpiku asal Ibu selalu ada dengan segenap dukungan dan cintanya. Ibu adalah sumber kekuatan untuk menatap masa depan dengan penuh optimisme.

Ibu juga sumber inspirasi. Masih kuingat saat mengajukan aplikasi beasiswa ke National University of Singapore awal kuliah dulu. Begitu disodori lembaran esai tentang siapa yang paling inspiratif dalam hidupku, aku langsung berkata “Ibu”. Tak memerlukan banyak waktu untuk menulis satu halaman penuh tentang mengapa Ibu begitu inspiratif bagiku. Tak perlu diragukan lagi, Ibu adalah orang pertama dan utama yang mendukung studiku.

“Tugasmu hanya belajar Nak, yang lain urusan Ibu” demikian Ibu selalu menyemangati saat aku mengkhawatirkan soal biaya. Dan ketika musim ujian tiba, aku diperlakukan bak seorang putri. Ibu membebaskanku dari berbagai tugas rumah hanya agar aku bisa konsentrasi belajar. Ibu juga bersedia “ronda” hanya untuk membangunkan tengah malam untuk sholat malam dan belajar. Dan satu lagi, Ibu selalu menyebutkan namaku dalam setiap doa indahnya agar sukses selalu menyertaiku. Sepanjang hidupku, dunia dan akhirat.

* * *

No body’s perfect. Ibupun sering berbohong dan membohongiku :) Tapi kebohongan Ibu adalah salah satu kebohongan terindah di dunia. Berbohong adalah salah satu cara dan seni seorang Ibu untuk mencintai anak-anaknya. Kebohongan yang tidak akan membuat kami, anak-anak yang dibohongi, merasa tersakiti. Justru, semakin kami sadari betapa besar cinta Ibu.

Masih kuingat satu kenangan itu, di suatu waktu ketika aku masih anak-anak.


Hari itu Ibu sepertinya sudah kehabisan uang belanja. Yang tersisa hanya sedikit beras dan sisa nasi kemarin. Ibu memasak beras yang tidak seberapa itu lalu menaruhnya di piring untuk kami anak-anaknya.

“Kenapa hanya tiga piring Bu?” tanyaku pura-pura tidak tau. Bukankah dengan dua adik, harusnya nasi di bagi dalam empat piring. Satu piring lagi untuk Ibu.


“Ibu sudah makan” jawab Ibu dengan tenang. 


Aku tau pasti Ibu belum makan pagi, bahkan sejak kemarin sore. Nasi kemarin tersisa bukan karena tidak ada yang mau makan lagi, tapi Ibu sengaja tidak makan agar kami, anak-anaknya menghabiskannya dan kenyang. Ibu mungkin lupa atau mengira nasi itu sudah habis, jadi masih tersisa hingga pagi ini.

“Kapan Ibu makan?” tanyaku pura-pura menyelidik.

“Tadi pagi…” Ah Ibu, aku tau Ibu berbohong.

Sampai kinipun Ibu masih sering berbohong. Ibu hampir selalu berkata “baik-baik saja” bagaimanapun keadaan dan perasaannya hanya agar kami, anak-anaknya yang sebagian sudah tidak tinggal lagi bersama beliau, tidak merasa khawatir. Ibu juga sering berbohong agar setiap kami, anak-anaknya, merasa yang paling istimewa. Sikap, perhatian dan kata-kata Ibu padaku seringkali membuatku merasa akulah anak kesayangan Ibu. Akulah kebanggaan Ibu. Padahal tentu saja tidak. Semua anak bagi Ibu adalah istimewa.

Ah Ibu, atas cintamu yang tak terkira, adakah hadiah yang lebih indah selain syurga?


Aku ingin mempersembahkan itu untukmu Bu, dengan selalu berusaha menjadi anak yang baik, ibu sekaligus istri yang baik, saudara yang baik, sepanjang hidupku. Agar dari setiap kebaikanku kau memperoleh “royalty” kebaikan yang akan membuat tabungan pahalamu berlipat ganda. 


Bukankah Allah telah menegaskan tentang tiga kebaikan yang akan membuat pahala dan kebaikan seseorang tidak akan pernah terputus meski yang bersangkutan telah tiada : ilmu yang bermanfaat, amal jariah, dan anak yang shalih. Semoga kebaikanku, kebaikan saudara-saudaraku dan amal baikmu Bu, kelak bisa menjadi tiket VIP Ibu menuju syurga.…..

“Mama lama sekali di depan komputernya?” tanya Sasha tiba-tiba sembari melingkarkan lengan mungilnya ke pundakku yang masih belum beranjak dari depan komputer. Belum sempat berkata-kata, ia kembali bertanya.

“Mama habis nangis ya?” tanyanya dengan polos begitu melihat mataku yang agak merah dan sembab. Mengenang Ibu memang sering membuatku menangis tanpa sadar.

Aku hanya tersenyum sambil mengusap airmata yang masih tersisa. Sebuah kecupan hangat Sasha segera mendarat di pipi. 


"Terima kasih Sayang" bisikku dalam hati. 

Mama juga akan mengantarkanmu ke syurga Nak. InsyaAllah…


* * *

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Dear Ririn, tulisan yang bagus sekali..mengingatkan betapa cinta Ibu tiada khan pernah habis buat kita anak2nya.